Ya, begitulah. Sekali lagi bahwa tidak ada takdir Allah yang buruk. Adanya persepsi takdir ini baik, takdir itu buruk, itu semua hanya persepsi kita dengan pengetahuan yang tentu saja seadanya.
Sakit atau kesusahan, misalnya. Bisa jadi ia penggugur dosa dan pengalilipat pahala.
Tidak apa, semoga menjadi penghapus dosa, jika Allah menghendakinya.
Kesenangan atau keberlimpahan, contohnya. Bisa jadi mengalihkan kita. Merasa sedemikian cukup sehingga tanpa sadar menjadi terlalu congkak untuk bersyukur dan berdoa. Atau setidaknya menyibukkan. Kesibukan-kesibukan yang melalaikan.
Seorang guru pernah berkata, ada dua hal yang bisa menghilangkan keimanan seseorang. Yang pertama, kesusahan/musibah yang dalam ataupun bekepanjangan. Dan yang kedua, keadaan yang penuh kesenangan dan kelapangan.
Hmm.
Sekali lagi harus mengubah persepsi tentang "masalah".
Sekali lagi harus mengubah persepsi tentang "masalah".
Sesuatu menjadi sebuah masalah hanyalah jika hal tersebut menjauhkan kita dan menghalangi kita dari Allah.
Jika semua keadaan yang secara kerdil dan picik kau persepsikan sebagai "penderitaan" ini justru membuat makin dekat dan cinta pada-Nya,
masih "masalah" buat lo ???
Sahabat Ibnu ‘Abbas -yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir al-Qur’an- menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir Ibnu Jarir)
hmm..
yang ga enak ga selalu ujian
dan yang enak-enak bisa jadi disitulah letak cobaan
>.<
No comments:
Post a Comment