Thursday, November 29, 2012

Nyeredet Hate




Sebagai manusia biasa tentunya kita semua tahu bahwa hubungan sengan sesama manusia pada umumnya dan persaudaraan dengan sesama muslim pada khususnya tidak selalu mulus. Ujian dan masalah-masalah itu tak hanya datang dari faktor eksternal hubungan melainkan juga dari faktor internal. Ya, antar sesama kita sendiri. Yang terkadang masalah ini membuat kita cenat-cenut dan terasa nyeredet hate (this word cannot be translated).

Hmm, sebegitu rapuhnya kah hubungan kita (terutama sesama muslim) hingga kita mudah berkonflik dan terpecah belah?

Coba kita sedikit renungi yuk salah satu ayat luar biasa berikut ini..



وَمَا تَفَرَّقُوا إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ أُورِثُوا الْكِتَابَ مِن بَعْدِهِمْ لَفِي  شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيبٍ

Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu. (42:14)

Hmm, ternyata perpecahan antara orang yang beriman itu tidak hanya terjadi sekarang. Sedari dulu telah terjadi perpecahan antara orang yang beriman. Dan perpecahan itu terjadi justru setelah datang ilmu pengetahuan terhadap mereka.

Lho, kok bisa?

Orang beriman dan telah mendapat ilmu pengetahuan kok bisa berpecah belah ??

بَغْياً بَيْنَهُمْ

Yak, mereka berselisih tidak lain adalah karena munculnya kedengkian diantara mereka.

بَغْياً
Kata " baghy" memiliki makna over power, ingin menguasai orang lain, menganggap diri benar. Sederhananya, EGO. Inilah penyebab perpecahan antara orang yang beriman. Awalnya berdalih saling mengingatkan namun sejatinya sang ego ini halus sekali menguasai hati dan membuat tujuannya menjadi saling menjatuhkan dan mencari kesalahan. Mulanya ingin berdiskusi dan mencari solusi tapi lagi-lagi sang ego membuat hasil yang diinginkan adalah "saya benar dan kamu salah titik". Nampaknya berlomba-lomba dalam kebaikan nyatanya ego berhasil membuatnya menjadi sekedar saling sikut dan saling mencari pembenaran.


Ya, ego ini bekerja layaknya seganas-ganas virus, halus namun mematikan. Dan akhirnya perpecahan menjadi sebuah penyakit kronis yang menjangkiti kaum beriman.

Lalu apa Allah suka melihat perpecahan ini ?

"..Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan..."

Jika bukan karena Allah telah menetapkan untuk memberikan penangguhan hukuman -sebagai karunia Allah agar manusia memiliki kesempatan untuk menyadari kesalahannya- pastilah mereka (orang-orang yang beriman namun berpecah belah itu) telah dibinasakan !

Dan ternyata akibat dari perpecahan kaum beriman ini bukan hanya terasa pada masa mereka mengalami perpecahan. Lebih dari itu, generasi setelah mereka akan turut menanggung akibatnya,

"..Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu"

Generasi setelah mereka akan menanggung akibatnya berupa شَكٍّ  keraguan yang menggoncangkan. Keraguan atas apa-apa yang diperselisihkan oleh pendahulu mereka. Mereka menjadi tidak memiliki "pegangan" yang meyakinkan sehingga mereka serba ragu dalam bertindak dan memutuskan. Hingga pada akhirnya keraguan kronis ini melahirkan generasi yang apatis dan penuh rasa curiga. Dan ya, sudah bisa ditebak, siklus munculnya ego dan perpecahan akan terulang lagi dan lagi.

Fiuhh, ga sanggup sebenernya nerusin tulisan ini, diri ini berasa tertimpuk sandal *bletak* >.<

Saudaraku, mari kita bercermin..
Adakah pergesekan dan ketidaksinergisan yang terjadi selama ini hanya masalah kurangnya komunikasi, benar-benar terlandasi keinginan saling memperbaiki, atau justru sejatinya hanya karena ego semata?

Jangan sampai kita merasa telah berbuat sebaik-baiknya padahal sesungguhnya kita telah terhasut bisikan setan untuk memperturutkan ego kita.

“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-Kahfi 103-104)

Naudzubillah :'(

Dan apakah kita akan terus berkutat dengan perpecahan dan ketidaksinergisan hingga habis waktu penangguhan adzab yang diberikan oleh Allah ?

Lalu membiarkan hal ini menjadi berlarut-larut dan terwariskan pada generasi penerus kita hingga selalu saja kembali terulang pertanyaan dan pergesekan yang sama.


Dan sekali lagi hanya mengajak kembali sejenak saja bercermin, adakah ini karena EGO?



Baiklah, semoga kita senantiasa bisa bercermin dan membersihkan perilaku kita dari ego pribadi. Tapi ternyata masalah serta pergesekan-pergesekan yang bikin cenat-cenut dan nyeredet hate dalam hidup berjama'ah ini tidak akan berhenti. Hal itu merupakan suatu keniscayaan apabila kita berinteraksi dengan sesama manusia (namun setidaknya kita berusaha agar penyebabnya bukanlah ego tadi).


Berjalan berdua pasti lebih lambat dari berjalan sendirian, oleh karena itu asas dari semua hubungan adalah kesabaran

Justru terkadang kita memang membutuhkan sedikit konflik dan dinamisasi ukhuwah.

Ketika gerak lurus dengan laju konstan itu mulai menjemukan, itulah kemudian gunanya tanjakan, itulah kemudian manfaat tikungan, itulah kemudian faedah polisi yang tiduran. Ya, kita memang perlu menyepakati ini, bahwa berkendara dalam sebuah jalan yang lurus nan lengang dengan kecepatan segitu-segitu saja, memang ada bahayanya juga. Ngantuk bisa dengan halus menyerang. Amat lembut, perlahan-lahan. Lalu yang terjadi amat tak tertanggungkan; selip, menabrak pembatas jalan, sukur-sukur kalau tak terjerumus ke jurang. Maka, tanjakan, tikungan, lubang-lubang, atau polisi tidur tadi, adalah sebuah variasi untuk mewarnai aktivitas gerak lurus beraturan kita tadi. Sebuah polisi tidur akan memakasa kita mengurangi kecepatan jika tak ingin penumpang didalanya terlunjak-lunjak. Dan untuk mengurangi kecepatan, kita perlu mengerem untuk memberikan perlambatan. Ya, memang, ada gesekan di sana. Ada energi yang sia-sia terkonversi menjadi kalor. Tapi tak apa. Sebab itu sesaat saja, sebab yang kita dapatkan dari itu boleh jadi lebih banyak. Itu akan memberi kita kesadaran, tak terbuai dengan laju yang mulus nan datar-datar saja. Begitu juga tikungan. Begitu juga tanjakan dan lubang-lubang kecil di jalanan. Itu menjadi penting. untuk sebuah kesadaran, untuk sebuah evaluasi diri. Setelah itu kita boleh saja ber-GLB lagi, untuk kemudian menemui tikungan lagi, lubang lagi. Begitu seterusnya. Begitu seterusnya.

Ketika reaksi berkesetimbangan itu mulai menjemukan, itulah kemudian guna lingkungan. Ya, kita memang perlu menyepakati ini, bahwa sebuah reaksi yang telah mengalami kesetimbangan memang laiknya sebuah zat yang sudah berhenti bereaksi. Tak ada perubahan yang teramati. Bertahun-tahun tetap seperti itu memang agaknya tak baik juga. Maka lingkungan itu tadi yang berperan. Ah, kita perlu mengahangatkannya. Kita perlu memberi tambahan kalor untuk menaikkan suhu guna menggeser-geser kesetimbangan. Panas, akan menggeser reaksi ke arah reaksi yang endothermis, hingga laju reaksi yang ke arah endothermis lebih besar dari pada yang ke arah eksothermis. Hingga keadaan menjadi berubah, hingga konsentrasi tak lagi sama, hingga suasana baru kembali tercipta, hingga kesetimbangan baru lah yang ada. Suatu saat, kejemuan dengan kesetimbangan yang sudah baru itu boleh jadi kambuh, tapi kita sudah tahu obatnya. Kalau tak menghangatkannya, mungkin kita perlu mengubah tekanannya.
 

wallahua'lam bishowab





Oh Allah i love your book
and i love nothing more than to learn it and to teach it..
Just make it easy for me to learn it (NAK)

aamiin
:')




2 comments:

  1. Based on some experiences and true story ya lint hehe
    Say jadi inget ali imran 103-105 sama al hujurat 10 :-)

    Oh ya, nyaredet hate teh naon lint artina? *penasaran

    ReplyDelete
  2. haha, iya banget. Kemaren2 habis ribut sama seseorang di rapat, eh tahunya tadi malem pas bgt baca ayat ini. Saya jadi berasa ditimpuk sandal.

    nyeredet hate tuh sedih, susah, ngenes, sakit pada hati, namun tidak ada yang bisa diperbuat saat itu (halah,agak lebay keknya -_-a)

    ya kurang lebih gitulah

    ReplyDelete