Pada akhirnya mungkin semua akan kita biarkan mengalir. Mengalir pada sungai penglupaan atau hilang bersamaan dengan mentari yang terbenam. Atau nantinya kita akan saling membiarkan, aku menjadi utara, kau menjadi selatan.
Wajah langit sore ini berbeda. Tak ada rona-rona jingga yang biasanya. Tak juga mendung menggantung yang biasanya mengabarkan hujan tak sabar ingin turun. Hanya ungu muda.
Dan bila kau telah sampai pada ujung lautan, beritahu pada senja segala rasa yang membeku meski waktu tetap berlalu. Lalu leburlah kau bersama ombak, bersama semua rasa yang tak terucap
Kemarin sudah cukup bingung ketika menimbang, apa ya yang akan diberikan. Jam tangan, kemahalan. Dan sudah punya. Kemeja? Pakainya sesekali saja. Ah, akhirnya memutuskan memberi apa yang saya suka saja, buku. Tapi dibaca ga,ya? Dia kan sibuknya luar biasa.
Ah, ya sudahlah. Buku saja. Tapi belum selesai perkara, nanti memberikannya bagaimana? Haa..malu..
Apa dipaketin aja? Atau diam-diam diletakkan di depan pintu? Atau..
Pada kehidupan ini kita semua tengah berlari. Tidak hanya aku, kamu, dia, tapi juga mereka yang mungkin tak pernah kita kenal namanya, atau sesiapa saja yang ada di belahan bumi lainnya. Kita semua tengah diseru untuk berlomba, bersegera..
Kamu mau pulang kemana? Aku tahu betul perjalanan yang sudah kita lewati sangat panjang. Tapi ini belum waktunya kita pulang, sayang..
Masih banyak bekal yang harus kita kumpulkan.
Aku selalu tersenyum ketika melihat mobil hijau yang sedang terparkir manis di depan rumah. Aku masih ingat kata-katanya saat membujukku untuk membeli mobil hijau itu. Sungguh, aku bukan membenci hijau. Tapi mobil dengan warna hijau? It’s not my taste. Namun dia berhasil membuatku menganggukkan kepala.
“Kita beli yang ini saja yah, dear? Katanya sambil mengusap-usap kaca spion mobil hijau antik itu. Aku menggeleng.
Kamu apa kabar? Aku tidak tahu lagi bagaimana keadaanmu (yang sebenarnya) sekarang. Terlalu banyak rasa, terlalu banyak warna, dan aku takut. Aku takut merasakan sesuatu yang tidak ingin aku rasakan. Aku tidak ingin melihat warna yang tidak aku inginkan. Jadi aku memilih menghindarimu. Yang jelas aku tahu, kamu masih hidup. Masih berusaha bersuara, menyanyikan mimpi-mimpi meski realita terus menggusur keberadaanmu.
Trials are only a problem if they create a barrier from Allah. Otherwise they are a blessing which teach us to cry in front of our creator. -Hussain Kamani
Ya, begitulah. Sekali lagi bahwa tidak ada takdir Allah yang buruk. Adanya persepsi takdir ini baik, takdir itu buruk, itu semua hanya persepsi kita dengan pengetahuan yang tentu saja seadanya.
Ah, sore ini benar-benar terasa surga (belum bisa bilang begitu sebenarnya. Kan, belum merasakannya. Hanya saja ini menggambarkan saking bahagianya. MasyaAllah..gimana kalo tar bener2 di sana..)
Kau tahu? Beberapa hari ini sejujurnya aku agak ketakutan. Ketakutan terhadap sesuatu yang datang padahal tak pernah terbesit untuk kuundang. Oh,ya..tentang rasa "ketakutan", aku ingin menceritakan padamu tentang pengertian yang baru saja aku dapatkan, ada di firman-Nya di surat kedua. Ah, tapi kurasa hal itu kuceritakan besok saja.
Ah, beginilah yang namanya kerinduan. Datangnya tiba-tiba, benar-benar lancang. Padahal baru tiga hari berusaha beranjak dari sini -___-a
Ya Rabb,
jika apa-apa yang tereja adalah hal yang Engkau suka dan Engkau ridhoi adanya
maka ijinkanlah hamba tetap menulis
sampai habis
namun jika apa-apa yang tertera tak Engkau suka dan hanya timbulkan murka
maka buat hamba berhenti
cerabut semua keinginan hati yang terkadang tak tahu diri
>.<
Maka, dengan mengharap ridho Allah dan dengan menyebut nama-Nya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya menyatakan :
MULAI HARI INI BLOG HATI TIGA DIMENSI DIBUKA KEMBALI
“Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya` sedangkan beramal karena manusia adalah kesyirikan, adapun yang namanya ikhlash adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.” (Fudhail bin Iyadh)
Suatu ketika di sebuah majelis yang semoga Allah merahmatinya,kami berbincang tentang sebuah senjata yaitu doa. Tentang mengapa-mengapanya, apa-apa yang menghalanginya, seni menggunakanya, dan lainnya.
Lalu di sekerat perbincangan itu terucap sesuatu yang menyadarkan tentang hal-hal penting yang kadang terlupakan,
Selalu ada alasan untuk membuatnya (atau mereka) bahagia. Setidaknya sekuat tenaga membiaskan selengkung senyum pelangi pada rona wajahnya. Atau jikapun masih tak bisa, berusaha untuk tak membawa mendung yang membuat wajahnya murung.
Ya, selalu ada alasan.
dan ujung dari sepotong dialog malam ini kembali mengingatkan akan alasan untuk selalu berusaha membahagiakan.
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah orang yang bermanfaat bagi mereka. Sedangkan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang kamu berikan kepada seorang mukmin, menghilangkan kesusahannya, membayarkan hutangnya, menjauhkan dari kelaparan...”.
(HR Abi Ad-dunya)
“Barang siapa yang mau menghilangkan kesusahan-kesusahan dunia,maka Allah akan menghilangkan kesusahan nya dihari kiamat. Allah menolong hambanya yang selalu menolong saudaranya"
(HR Muslim)
Namun terkadang perkara membahagiakan orang lain bukanlah hal yang sederhana. Maafkan atas diri yang terkadang kurang peka,
tapi aku pun juga tak pandai menerka.
maka
bisakah kau beri tahukan saja bagaimana cara membuatmu bahagia?
Dulu, ketika berusia 6 tahun, saya pernah bermain petak umpet dengan seorang teman. Hanya berdua? Ya, karena teman-teman yang lain ternyata sudah lelah bermain seharian dan hanya kami berdua yang bertahan.
Kembali ke cerita tentang permainan,
dia yang bertugas menutup mata sedangkan saya yang mencari persembunyian.
Oia, saat itu kami bermain petak umpet di halaman rumah kakek saya.
Pada suatu hari yang cerah di suatu perempatan jalan yang lampu merahnya menyala, sebuah motor berhenti di samping sebuah mobil yang kaca sampingnya terbuka. Kemudian tiba-tiba sang pengendara motor mengeluarkan pisau dan mengarahkannya pada penyetir mobil yang ada di sebelahnya,
Kau tahu kan bahwa surat ini tak akan pernah benar-benar aku kirimkan. Namun setidaknya aku menulisnya di sini, tidak menggoreskan di atas kertas lalu kusimpan di laci. Karena mungkin saja suatu hari kau tak sengaja tersasar kemari dan membacanya. Haha.
sudah lama tidak melanjutkan tulisan tentang hal ini.
nah, untuk yang kali ini ingin berbagi salah satu tulisan alm Ustadzah Yoyoh Yusroh.
Sekali lagi, saya menemukan tulisan dari beliau, sungguh tak terhitung ilmu yang telah ia tebar semasa hidupnya… Semoga tulisan ini menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita para penerusnya, menjadi amal yang akan mendampingi beliau sampai ke surga kelak….aamiin
Saya selalu sangat merindukan waktu berkumpul dengan mereka dalam lingkaran-lingkaran. Dan ada perasaaan seperti semacam "ketagihan". Oleh karena itu saya teramat susah menolak jika ada tawaran untuk lagi-lagi menambah lingkaran. Bukan karena merasa punya pemahaman mendalam, ah, ya tentu saja bukan. Bukan juga karena merasa menganggur dan punya banyak waktu luang (karena bukankah amanah memang selalu lebih banyak daripada waktu yang tersedia?). Tapi semua itu lebih karena sejatinya sayalah yang sangat membutuhkan kehadiran mereka. Saya yang sejatinya seperti tong besar berisi air (jangan dimaknai secara denotatif -_-a) perlu lingkaran-lingkaran tadi sebagai lubang. Lubang tempat mengalirkan isi tong.