Friday, March 22, 2013

Tak Cukup


Kamu juga belum tidur?
Bolehkah kali ini aku kembali bercerita? Ya, tentu saja. Tentu saja seperti biasa aku tak akan menunggu jawabanmu untuk sekedar memulai mengurai cerita.

Kau tahu? Akhir-akhir ini aku seperti zombi, bergerak-bergerak saja. Tak melibatkan hati. Banyak yang terkata yang seolah begitu kuhayati padahal kalau mau jujur dan seksama itu hanya seperti lagu dari radio butut yang sudah diputar ratusan kali. Lalu tentang senyuman, ah, ini lebih seperti ketika kebingungan karena tak ada pakaian lain yang bisa aku kenakan. Selebihnya, sebenarnya tak menggambarkan bahwa diri tengah bahagia.



Lalu tentang hujan, sudah berhari-hari ini aku tak menyambutnya dengan berjingkat kegirangan. Padahal begitu sering ia menggerimis begitu romantis. Ah, benar-benar seperti bukan aku saja.

Dan yang paling parah dari itu semua, beberapa hari ini kubiarkan penghujung malam lewat saja tanpa jamuan. Kuabaikan saja seruan lembut-Nya untuk berdiri malam-malam. Pun menghadap-Nya, nyaris seperti gerak-gerak saja. Dan doa-doa nyaris pula berubah menjadi sekedar merapalkan mantra-mantra.

Tidak, aku tidak sedih. Aku mungkin justru akan bahagia kalau aku sekarang bisa bersedih. 
 Akhir-akhir ini hambar. Tak ada rasa. Adakah yang lebih menyiksa?

Perlahan mencoba mengurai kusutnya. Sebelah mana? Pada bagian mana simpul-simpul kacau ini bermula.

Kemudian sampailah suatu saat, ketika seorang saudara (yang semoga Allah merahmatinya) bertanya tentang  peristiwa bi'tsah (pengangkatan Muhammad bin Abdullah sebagai Rasul). Mau tak mau mengharuskan membuka kembali lembaran kisah manusia paling mulia ini, Rasulullah.

Dan yak..
ini dia.. ini dia.. >.<

"Peristiwa ini menjelaskan bahwa seorang muslim tidak akan sempurna keislamannya-betapapun ia memiliki akhlak-akhlak mulia dan melaksanakan segala macam ibadah- sebelum menyempurnakannya dengan waktu-waktu 'uzlah dan khalwah (menyendiri) untuk "mengadili diri sendiri" (muhasabatun nafs). Merasakan pengawasan Allah dan merenungkan fenomena-fenomena alam semesta yang menjadi bukti keagungan Allah."

"Hikmah dari program 'uzlah ini ialah bahwa setiap jiwa manusia memiliki sejumlah penyakit yang tidak dapat dibersihkan kecuali dengan obat 'uzlah dan mengadilinya dalam suasana hening, jauh dari keramaian dunia"

"Hal lain yang juga sangat penting dalam kehidupan kaum muslimin pada umumnya dan para pengemban dakwah pada khususnya ialah pembinaan mahabbatullah (kecintaan terhadap Allah) dalam hati."

"sarana untuk menumbuhkan mahabbatullah ialah bertafakur dan banyak mengingat-Nya. Semua itu hanya bisa diwujudkan dengan 'uzlah, khalwat, dan menjauh dari kesibukan dunia dan keramaiannya pada waktu-waktu tertentu secara terprogram"


"Jika seorang Muslim telah melakukannya dan siap untuk melaksanakan tugas ini, maka
akan tumbuh di dalam hatinya mahabbatu Ilahiyah ynag akan membuat segala yang besar
menjadi kecil. Melecehkan segala bentuk tawaran duniawi, memandang enteng segala gangguan
dan siksaan dan mampu mengatasi setiap penghinaan dan pelecehan. Itulah bekal yang harus
dipersiapkan oleh para penyeru kepada Allah. Karena bekal itulah yang dipersiapkan Allah
kepada Nabi-Nya, Muhammad saw, untuk mengemban tugas-tugas dakwah Islamiyah.
Dorongan-dorongan spiritual di dalam hati, seperti rasa takut , cinta dan harap, akan
mampu melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh pemahaman rasional semata.

Tepat sekali asy-Syatibi ketika membedakan dorongan-dorongan ini antara kebanyakan kaum
Muslimin yang masuk ke dalam ikatan pembebanan (taklif) dengan dorongan umumnya
keislaman mereka. Dan orang-orang tertentu yang masuk ke dalam ikatan pembebanan dengan
dorongan lebih kuat dari sekedar pemahaman rasional. Berkata Asy-Syatibi :

“Kelompok pertama keadaannya seperti orang yang beramal karena ikatan Islam dan iman
mereka semata. Kelompk kedua keadaannya seperti orang yang beramal karena dorongan rasa
takut dan harap atau cinta. Orang yang takut akan tetap bekerja kendatipun terasa berat. Bahkan
rasa takut terhadap sesuatu yang lebih berat akan menimbulkan kesabaran terhadap sesuatu
yang lebih ringan, kendatipun tergolong berat. Orang yang memiliki harapan akan tetap bekerja
kendatipun terasa sulit. Harapan kepada kesenangan akan menimbulkan kesabaran dalam
menghadapi kesulitan. Orang yang mencintai akan bekerja mengerahkan segala upaya karena
rindu kepada kekasih, sehingga rasa cinta ini mempermudah segala kesulitan dan mendekatkan
segala yang jauh.”

Mencari aneka sarana untuk mewujudkan dorongan-dorongan spiritual di hati ini
merupakan suatu keharusan. Jumhur Ulama menyebutkan dengan tasawuf, atau sebagian yang
lain seperti Imam Ibnu Taimiyah menyebutnya ilmu Suluh.

Khalwah yang dibiasakan Nabi saw menjelang bi’tsah ini merupakan salah satu sarana
untuk mewujudkan dorongan-dorongan tersebut.

Tetapi maksud khalwah di sini tidak boleh dipahami sebagaimana pemahaman sebagian
orang yang keliru dan menyimpang. Mereka memahaminya sebgai tindakan meninggalkan sama
sekali pergaulan dengan manusia dengan hidup dan tinggal di gua-gua.

Tindakan ini bertentangan dengan petunjuk Nabi saw dan praktik para sahabatnya.
Maksud khalwah di sini ialah sebagai obat untuk memperbaiki keadaan. Karena sebagai obat,
maka tidak boleh dilakukan kecuali dengan kadar tertentu dan sesuai dengan keperluan. Jika
tidak , maka akan berubah menjadi penyakit yang harus dihindari."

Itu dia. Tak cukup.
Tak cukup beribadah "hanya" karena "saya islam" saja. karena jika begitu suatu saat akan menjadi rutinitas yang membosankan. Harus tergerak karena takut, harap, dan cinta pada-Nya..
dan itu semua bisa mewujud saat diri punya saat-saat untuk hanya berdua saja dengan-Nya
Ah,ya..saat-saat itu yang beberapa hari ini terlupa dan terlewat begitu saja. :'(

Tak cukup.
Ya, hidup ini memang permainan. Namun setiap pemain pasti ingin bermain dengan baik dan beranjak ke tingkat yang lebih tinggi,bukan?

Semoga bisa melampaui batas diri (yang seringnya dibuat-buat sendiri) untuk mencukupkan dengan takut, harap, dan cinta pada-Nya saja >.<


Oh, ya. Dan tentang beragam tanya dan prasangka itu. Rasanya sama saja, tak ingin tergerak dan tergesa "hanya" karena "seharusnya sudah waktunya". Inginnya tergerak karena takut, harap, dan cinta pada-Nya juga.
*duh, semoga yang ini bukan pembenaran


Baiklah. Sudah malam. Terimakasih telah mendengar ceracauku hingga sedemikian larut.
:)

No comments:

Post a Comment