satu lagi,
tulisan super meracau..
Tiga bulan pertama di tahun ini benar-benar seperti membran. Membran kehidupan. Yang akhirnya menyaring dan menyeleksi mana yang sebenarnya harus saya perjuangkan dan mana yang seharusnya jauh-jauh ditinggalkan, mana yang asli mana yang ternyata sekedar gincu kepalsuan, mana yang layak dicintai mana yang seharusnya biasa saja atau bahkan dibenci. Mana orang-orang yang benar-benar menyayang mana yang, ah, kalau yang ini sebenarnya saya tak berani benar-benar menghakimi >.<
Dan yang terakhir sebenarnya terasa cukup menyenangkan tapi juga menyesakkan secara bersamaan. Membran ini tetiba membuat ada dia-dia, mereka, yang ternyata dengan bodohnya sering saya lupakan keluarbiasaan kasih sayang dan kebaikannya. Dan sekarang mereka tetap ada. Melewati membran ini dengan sempurna. Namun juga secara bersamaan membuat dia-dia, mereka yang lain, menampakkan sisi yang menyakit- ah, ralat, menampakkan sisi yang berbeda hingga kemudian tersisihkan (atau menyisihkan diri?) begitu saja.
Pasti ada yang salah. Apa? Pemahaman tentang hmm..ukhuwah? Definisi keluarga atau hak-hak saudara?
Ah, tentu saja bukan. Kalaupun ada tentang itu, sebenarnya begitu enggan untuk mengorek-ngorek dan terlalu memedulikan. Yang salah adalah pengharapan. Kekecewaan adalah salah satu buah dari pengharapan. Dan dengan bodohnya sering meletakkan pengharapan pada sesama manusia yang jelas-jelas pasti punya lemah dan cela.
jadi sekali lagi, ini pasti bukan tentang salah sikap atau celanya dia, dia, dan mereka
ini tentang diri yang sering kali tergelincir dan salah berorientasi.
ya, Rabb..
membran ini memang benar-benar dibutuhkan
terutama untuk
menyaring lagi segenap niat dan harapan
Ah, lagi pula, bukankah cinta dan benci jaraknya tak sampai sepelemparan batu saja? Apa susahnya bagi Ia untuk membolak-balikkan semua. Maka sejatinya ini bukan sekedar perkara segenap interaksi dan rasa-rasa antara diri dengan dia, dia, dan mereka. Jauh lebih penting dari itu ini tentang sikap dan pandangan diri terhadap dia, dia, dan mereka di mata-Nya.
“Dan tunas-tunas perasaanmu tak bisa kaupangkas lagi. Semakin kautikam, dia tumbuh dua kali lipatnya. Semakin kauinjak, helai daun barunya semakin banyak.”
-- Tere Liye, novel ‘Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin’
ya, Rabb
jangan sampai hamba membesar-besarkan perkara ini melebihi rasa syukur hamba terhadap segala kasih sayang, kebahagiaan, dan kemudahan yang Engkau berikan >.<
No comments:
Post a Comment