Waktu saya kecil saya sangat tidak suka makan sayur. Baik sayuran mentah maupun yang matang. Baik sayuran yang terhidang secara "solo" maupun terhidang secara berduet dengan daging, sosis, roti, atau apapun. Bahkan ketika makan risoles atau pastel saya akan rela hanya memakan bungkusnya eh maksudnya kulitnya saja karena isi risoles atau pastelnya penuh sayuran.
Namun setelah saya pergi ke klinik Tongfang..., halah, maksudnya, namun semua berubah ketika saya mulai dapat pelajaran di sekolah bahwa sayuran itu sehat dan sangat penting bagi tubuh. Dan semenjak itulah saya menjadi pencinta sayuran. Baik mentah maupun matang, dari yang warnanya hijau sampai ungu, dari yang umum sampai yang aneh-aneh.
Awalnya saya hanya memakan sayur dalam jumlah yang sedikit, namun sugesti yang begitu kuat bahwa sayur identik dengan sehat membuat saya mengambilnya dalam porsi yang lebih banyak dibanding makanan lain. Tak peduli orang lain bilang sayuran itu pahitlah atau tak enaklah. Yang penting sayur. Titik. Maka saya akan menyukainya. Urusan penyajian yang menarik atau rasa yang luar biasa itu hanya bonus saja bagi saya.
Sederhana memang. Saya menyukai sayur karena saya memutuskan untuk menyukainya. Saya memutuskan untuk menyukainya, karena saya menganggap ada kebaikan di dalamnya. Cukup. Itu saja.
Dan memang, harusnya, demikianlah! Sesederhana perkara sayur tadi, menyukai apapun, itu hanya tentang memutuskan. Sebuah keputusan yang bersumber dari keyakinan bahwa ada kebaikan pada apa yang kita sukai tersebut. Titik. Keyakinan itulah yang kemudian akan menuntun. Ketika kita merasakan betapa itu berat, betapa itu sepertinya tak nyaman, tak enak, kita akan tetap saja menyukainya –atau pada mulanya mencoba terus menyukai. Kita akan tetap menganggapnya indah. Sebab kita yakin, ada kebaikan pada itu semua. Sebab, sebuah keyakinan akan adanya kebaikan pada akhirnya, akan menegaskan pada kita, bahwa segala hal menuju itu, seberat apapun itu, adalah kebaikan juga. Hingga kemudian tak ada alasan untuk tak menyukainya. Seperti keyakinan akan adanya kebaikan pada sayur pare yang pahit, memakannya dengan ekspresi muka yang aneh sebab pahitnya pun menjadi nikmat juga. Pare yang pahit itu, tak ada apa-apanya dibandingkan dengan kebaikan yang kita (yakini akan kita) dapatkan dari memakannya.
Ya…., ya….., ya….., menyukai adalah memutuskan. Maka memutuskan akan selalu butuh sebab. Sebab yang akan menentukan kualitas dan tingkat kesukaan kita. Seperti masalah sayur tadi. Ketika kita sudah memutuskan kalau kita menyukai sayur yang dimasak bening sebab itu menyegarkan, maka kesukaan itu tiba-tiba saja hilang kala kita melihat ia disajikan dalam bentuk lalapan. Beda halnya kala kita menyukai sayur sebab kita meyakini akan adanya kebaikan dari vitamin, mineral, dan serat yang dikandungnya. Masalah penyajian kemudian menjadi nomor dua. Bukan hal yang utama. Meski tetap saja perlu untuk meningkatkan tingkat kesukaaan. Tapi tidak untuk mengurangi. Lalapan? Ok. Sayur bening? Lebih oke lagi? Sup? Mmmhhh…sepertinya maknyus.
Baiklah, jika sampai di sini, agaknya kita mulai perlu mendaftar apa saja yang harusnya kita sukai yang sampai saat ini belum kita sukai. Setelah itu, dari daftar itu, kita perlu membuat daftar sebab kenapa kita harus menyukainya. Sebab yang harusnya tak sembarang sebab. Sebab yang memungkinkan kita akan terus menyukainya, seberat apapun itu, setakmengenakkan apapun itu. Lalu, seketika itu, kita putuskan untuk menyukainya. Pada awalnya, kita mungkin merasa kalau kita menyukainya karena kita harus menyukainya. Semacam keterpaksaan. Tapi, percayalah! Seiring perjalanan waktu, ah, ternyata kita menyukainya karena memang menyukainya. Titik.
NB: lebih dipersembahkan untuk diri sendiri yang lebih sering membutuhkan syarat-syarat tak hakiki untuk menyukai sesuatu yang harusnya disukai.
#plak! #tertampar
-----
semoga militansi dan semangat kita tidak hanya berpendar pada apa-apa yang kita sukai dan mudah melakukannya,
tapi juga pada apa-apa yang kita sukai namun sulit, dan bahkan pada apa-apa yang kita tidak sukai serta perlu berpeluh melakukannya
selama kita yakin pada setiap ujungnya ada kebaikan yang Allah simpan, bertahanlah!
No comments:
Post a Comment