Wednesday, October 15, 2014

Prasangka



إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ 


"Hati-hatilah kalian terhadap prasangka."

Ah, betapa masalah prasangka adalah sesuatu yang sepertinya tak pernah sederhana. Bagaimana tidak ? Ia kadangnya bisa membuat kita tidak hanya memikirkan atau merasakannya selintas, pada tahap yang kronis prasangka tadi sangat mungkin berkembang menjadi suatu susunan pemikiran, kehendak, hal yang diyakini, dan pada akhirnya berujung pada perbuatan.

Ini sangat bisa terjadi pada siapa saja sepertinya. Ya, termasuk anda (dan apalagi saya, heuheu). Persis seperti kata bang Tere,

“Orang yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”

― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin




Iya, pada tahap kronisnya kita bisa saja terjebak pada kondisi demikian. Sibuk merangkai semua fakta yang tercecer (yang padahal bisa jadi nyambung atau tidak) agar sesuai dengan pola yang sudah kita bentuk terataskan prasangka tadi. Kemudian pada akhirnya kita kebingungan sendiri mana yang realita mana yang angan kita. Ibarat masakan, terlalu banyak bumbu, terlalu sarat penguat rasa, hingga tak tahu lagi mana citarasa aslinya.

Hmm, pernah lihat teman kita yang sedang jatuh cinta? Atau kita sendiri mungkin?
Katanya, katanya aja ini mah, kalau cinta sudah melekat, tai kucing rasa alpukat. Kalau cinta sudah terpatri kentut pun aroma stroberi (hiyy..jijai -_-a).

Orang yang sedang jatuh cinta biasanya sangat rawan menyusun-nyusun kejadian terataskan perasaan cintanya tadi. 
"wah, aku disms.. selamat idhul adha katanya..ihhihi.." *padahal mah sms nya jarkom*
"wah dia pasang status "alhamdulillah hari ini indah", jangan-jangan karena tadi ga sengaja ketemu aku.." *padahal mah yang pasang status baru dapet uang kiriman bulanan*
dan sebagainya..dan sebagainya..

Pada awalnya mungkin terasa indah, namun pada akhirnya ketika mengetahui semua hanya ilusi yang dibuatnya sendiri dan fatamorgana belaka *halah* barulah terasa sakitnya. Kemudian biasanya akan menyalahkan orang yang di-jatuh cinta-i (?) sebagai seorang pemberi harapan palsu. *padahal mah kata orang yang di-jatuh cinta-i, "tidak ada yang namanya pemberi harapan palsu, yang merasa jadi korbannya saja yang terlalu berharap", hehe*

Prasangka yang timbul pada orang yang jatuh cinta tadi hanya contoh (yang agak didramatisir) saja. Ya, masih banyak prasagka-prasangka jenis lainnya yang pada akhirnya sama, ada yang membuat kita terjebak hingga sulit membedakan mana yang nyata dan mana yang asumsi kita.

------

Masih tentang fenomena prasangka ini, beberapa waktu lalu saya berbincang dengan salah seorang sahabat dekat saya. Katanya fenomena orang yang akhirnya terjebak dan meyakini prasangkanya boleh jadi diperkuat oleh pesatnya dunia maya kini. Ya, bagaimana tidak, jejaring sosial yang kian marak membuat orang menjadi lebih mudah memperhatikan dan diperhatikan kegiatan dan kata-katanya. Nah, dari situlah akan mudah timbul prasangka-prasangka. Masih kata sahabat saya itu,

"ya, begitu sih memang efek samping dunia maya apalagi jejaring sosial. apalagi kalau postingan kita tidak ditujukan khusus pada siapapun, #nomention..

1) Yang dicaperin siapa, yang kege-eran siapa

2) Yang disindirin siapa, yang tersinggung siapa

3) Yang dibikinin sajak siapa, yang berbunga-bunga siapa

4) Yang disarkasme-in siapa, yang marah-marah siapa.."


Iya, juga.. padahal bisa jadi orang itu memang hanya menulis dengan mengalir saja. Tidak ada tendensi pada siapa-siapa. Bahkan bisa jadi ada status yang sepertinya "hahahihi" padahal yang menulis sebenarnya sedang sedih. Atau sebaliknya, statusnya tampak melow padahal yang menulis masih bisa cengengesan.

Ya, mungkin kita (saya) juga pernah terjebak dalam "jebakan batman" dunia maya ini. Jadi sebenarnya ini tulisan ini bentuk refleksi diri sendiri aja sih, ya..maaf saja kalau ada yang tak sengaja tersasar kemari atau di lapak saya yang lain kemudian membacanya
*heuheu..taunya habis ini ada yang baca tulisan ini kemudian bertanya, "tulisan yang tentang prasangka itu buat siapa, lin? Pati buat si X, ya? Eh, atau si Y ? Ah, ga mugkin salah kalo yang ini mah..pasti buat si Z? Ih,.. atau jangan-jangan buat aku, yaaa? " hadeuh.. jadi pengen garuk dinding*

Dan kemudian nasehat pamungkas sahabat saya agar tak terkena "jebakan batman" dunia maya,

" 'Jadi kita mah santai' aja kalau baca-baca di dunia maya, apalagi jejaring sosial. Dan juga inget nih, too much 'Gedhe Rumangsa' will kill you. "


-----

Omong-omong tentang prasangka ini saya jadi teringat sebuah nasehat dari seorang gurunda (gurunya panda? bukan -_-"..ini ceritanya lagi ngikutin istilahnya ust Salim A Fillah). Kata beliau,  Imam Ahmad telah meriwayatkan dalam az-Zuhd, dan diriwayatkan juga oleh selainnya, bahwa 'Umar pernah memberikan nasihat:


لاَ تَظُنَّنَّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنْ أَخِيْكَ سُوْءً وَأَنْتَ تَجِدُ لَهَا فِي الْخَيْرِ مَحْمَلاً

“Janganlah sekali-kali engkau menyangka dengan prasangka yang buruk terhadap sebuah kalimat yang keluar dari (mulut) saudaramu, padahal kalimat tersebut masih bisa engkau bawakan pada (makna) yang baik.”


Perhatikanlah (kata gurunda), 'Umar melarang prasangka buruk terhadap perkataan, selama masih bisa dibawakan pada makna yang benar, masih mengandung makna yang baik. Maka janganlah engkau berprasangka buruk terhadap saudaramu, karena pada asalnya ia tidaklah berkata kecuali (menginginkan) kebaikan, dan ia tidak (ingin) mengucapkan kebatilan. Jika perkataannya masih mengandung makna yang baik maka bawalah perkataan tersebut pada makna yang baik, sehingga selamatlah saudaramu dari kritikan, selamatlah ia dari prasangka buruk, selamatlah engkau dari dosa, dan selamatlah ia, selamat dari diikuti serta dicontoh kesalahannya.

>.<

Masih kata gurunda,
ada sebuah kaidah dalam memahami kalam (perkataan), bahwa setiap ucapan ada dalalah-nya (penunjukannya). Dalalah perkataan menurut ahli ushul fiqh ada bermacam-macam. Ada yang disebut dengan dalalah hamliyyah. Maksudnya, konteks dari perkataan menunjukkan makna perkataan tersebut. Sebagian ucapan, jika dipahami secara langsung -tanpa memperhatikan konteksnya- akan menunjukkan suatu makna tertentu. Namun, jika diperhatikan siyaq-nya (konteksnya), yaitu dengan memperhatikan kalimat yang sebelum dan sesudahnya, maka akan menjelaskan maksud sesungguhnya dari perkataan tadi (yang berbeda jika dipahami secara langsung).

Jika perkataan bersumber dari seorang mukmin, dari seseorang yang terjalin tali persaudaraan antara engkau dan dia, lalu engkau mendengarnya mengucapkan suatu perkataan, maka jangan sampai syaitan datang kepadamu lalu membawa perkataan tersebut kepada makna yang jelek. Bawalah perkataan saudaramu itu kepada makna yang baik, niscaya akan tegak dalam hatimu kasih sayang terhadap saudara-saudaramu dan akhirnya syaitan tidak masuk di antara kalian.

Karena itu, memperhatikan dilalah hamliyyah untuk menunjukkan maksud dari suatu perkataan adalah sangat penting. Inilah yang menjadi sandaran bagi para ahli ilmu dalam memahami satu perkataan, sekaligus menjadi sandaran bagi orang-orang shalih dalam memahami perkataan manusia. Sebab, maksud dari suatu perkataan hanyalah dipahami dengan memperhatikan seluruh perkataan tersebut, bukan dengan hanya mengambil sebagian lafazhnya. Sungguh, sejumlah lafazh terkadang mengkhianati pengucapnya. (maksudnya tidak jarang seseorang berkata sesuatu yang tidak sengaja membuat ia jadi mudah disalahpahami)

-----

Ah, iya.. >.<
Mencerna langsung suatu kalimat atau perkataan atau bahkan mungkin juga sikap bisa membuat kita memiliki penafsiran lain yang boleh jadi jauh berbeda dengan yang terjadi sebenarnya. Dan apalah dunia maya itu, hanya secuil lubang kecil yang sangat boleh jadi tidak menampakkan konteks dan kenyataan yang sebenarnya. Dan boleh jadi sepaket perilaku mereka-mereka yang disekitar kita, yang apalagi kita lihat hanya sesekali, mengobrol dan menyapa pun tak setiap hari, hanyalah seperti lelangit yang kita pandang tiap malam. Kita hanya tahu dari jauuh, sangat jauh, bahwa ada cahaya terang disana. Tak tahu kita , jika tak melihat lebih dekat, bahwa bisa jadi itu bukan bintang yang tengah berseri justru ia adalah bintang tua yang riwayatnya berakhir kemudian bercahaya karena meledakkan diri.

Dan terkait perasaan, atau tentang apa-apa yang bergolak di dalam hati..
Ah, siapalah kita (saya) ini yang begitu berani menebak-nebak dan merasa mengetahui
- sekali lagiapalagi terhadap mereka yang kita lihat hanya sesekali, mengobrol dan menyapa pun tak setiap hari- apa yang dirasakannya saat ini?

Ya, mungkin salah satu tips sederhananya agar tak terjebak prasangka adalah seperti lirik lagu penyanyi kesukaan saya sewaktu kecil,

"lihat segalanya..lebih dekat..
dan kau bisa menilai.. lebih bijaksana.."


*duh, ini tulisan makin kemana-mana*

baiknya ditutup saja degan sedikit mengutip kata-kata dari novel bang Tere lagi,


“Kita hanya bisa berasumsi, tapi asumsi tentang perasaan sama dengan nemebak besok sepitku akan ramai penumpang atau sepi. Serba tidak pasti. Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti itu, menyakitkan.”
 (Aku, Kau, dan Sepucuk Angpau Merah)




*end*








awalnya hanya tergelitik karena obrolan ringan dengan 
beberapa sahabat terkait maraknya korban PHP 
dan juga para tersangka PHP yang merasa didakwa tanpa asas praduga tak bersalah *halah*, kemudian (dasar perempuan ^.^) pembahasannya malah meleber kamana-mana. 
Terimakasih pada para sahabat saya atas diskusi yang ringan, garing di luar, tapi lembut di dalamnya.
Maaf kalau setelah ditulis pun tetep aja ga sistematis pembahasannya. 
Terimakasih juga pada ayahnya anak-anak (deuh, sok-sokan..padahal satu aja baru mau keluar anaknya) yang setia mendengar segenap racauan dan "ngacapruk" nya saya sebelum kemudian tertumpah, eh, tertuang disini. ^_^

No comments:

Post a Comment