Sunday, June 16, 2013

Pingsan


Sabtu pekan lalu saya pulang ke Tangerang menumpangi sebuah travel. Travelnya berangkat pk. 05.30 pagi dan ternyata penumpangnya hanya saya dan sepasang suami istri paruh baya. Menurut keterangan pak supir, seharusnya pagi itu travel tersebut penuh, yah, tapi begitulah, banyak yang sering membatalkan tiba-tiba. Saya dan sepasang suami istri tersebut duduk di deretan kursi yang sama, deretan tepat di belakang pak supir yang sedang mengendarai travel supaya baik jalannya.



Suasana perjalanan di pagi hari sebenarnya menyenangkan tapi berhubung pada malam harinya saya kurang tidur dan perjalanan masih cukup lama akhirnya saya memutuskan untuk tidur. Saat tiba di rest area pak supir dan dua penumpang yang lain turun. Sedangkan saya, yang tidurnya hampir nyenyak, memutuskan untuk tetap di travel.
ZzzzZzzz..

Perjalanan pun kembali dimulai..
Meski sedang tidur, karena belum terlalu nyenyak saya masih bisa mendengar sekilas obrolan antara sepasang suami istri tersebut maupun antara suami istri dan pak supir. Kemudian sekilas saya mendengar ibu yang di sebelah saya berkata,

"Pa, pa,.. adek ini dari tadi kok tidur terus, ya?"
"Ya, biarin dong, ma.."

hua, gue diomongin..

"Tapi, pa, tidurnya udah dari semenjak berangkat dan sampai sekarang belum bangun-bangun.."
"Ya, ngantuk banget, kali.."
"Jangan-jangan dia pingsan, pa???"
"Ah, ga.."

-___-"
beberapa menit kemudian,

"Tuh, kan, pa.. liatin, deh. Dari tadi posisinya ga berubah. Ga gerak-gerak. Jangan-jangan kenapa-kenapa.."
"Masa, sih? Gerak kali, cuma ga keliatan.."

beberapa menit kemudian,

"Pak supir, si adek ini dari tadi ga bangun-bangun. Udah dari semenjak berangkat. Pas di rest area juga ga turun dan dari tadi posisinya ga berubah.. Jangan-jangan dia pingsan.."
"Kayaknya mah kecapean meureun, bu.."

Haduh, sebenernya saya masih denger semua percakapan itu. Tapi malees banget buat bangun, masih ingin meneruskan perjuangan biar bisa tidur nyenyak. Soalnya dari tadi cuma sampai tahap "nyaris nyenyak".

"Dicolek aja ya, pa.. takutnya kenapa-kenapa.."
kemudian saya merasa jari ibu-ibu yang ada di sebelah saya menyolek lengan saya (emang saya sabun -_-a)

"Tuh, kan..pa.. Ga gerak-gerak.."

Hahh.. perasaan tadi saya udah agak gerak dikit. Dan beberapa saat kemudian sepasang suami istri itu telah terlebih dulu sampai di tujuannya. Sebelum turun sang istri berpesan pada pak supir,

"Pak, hati-hati ya, itu si neng kayaknya pingsan. Habis ini langsung ke rumah sakit aja.."

Waduh. Gaswat.

Begitu sepasang suami istri itu sudah turun saya langsung bangun dengan polos (?) sambil mengucek-ngucek mata.

"wah, udah bangun, neng?"
"Eh, iya.."
"Haha, hampir aja disuruh dibawa ke rumah sakit sama si ibu tadi.."
"Oh..hehe"

-___-a

--------------------------------------------------------------------------

Ini tentang prasangka, secara umum, bahwa setiap manusia sangat mungkin berprasangka pada manusia lainnya. Tidak bisa tidak, karena manusia punya indera yang bekerja maka akan selalu ada prediksi-prediksi dan interpretasi dari apa yang ditangkapnya. Ya, prasangka.

Mungkin saja ada beberapa, dan memang seperti itu seharusnya, yang tak membiarkan dirinya terhenti di fase prasangka. Mereka bergerak dan memperjelas. Ah, tapi pada kenyataannya tak banyak yang mau repot-repot seperti itu. Mereka merasa cukup dengan prasangka sekedar dari apa yang terindera.

Salah? Tidak adil?
Ya, bisa jadi. Tapi, hei, bukankah kita memang harus realistis? Karena prasangka bisa saja ada maka kita tak bisa menghindari jika ada prasangka yang salah terhadap diri kita. Pun kita juga tak bisa selalu menuntut untuk disangka dengan yang baik-baik saja. Maka adalah kewajiban dan kepentingan kitalah untuk menjaga sikap agar orang tak mudah berprasangka yang tidak baik.

Berprasangka buruk memang tidak baik tetapi membiarkan diri berada pada situasi yang patut dicurigai atau layak diprasangkai juga tidak bisa dibenarkan.


Bantulah saudaramu untuk berprasangka baik..
#ntms
:(

1 comment:

  1. kak lintaaaang :"D aku ketawa2 lah baca ini padahal lagi di kantor :p

    ReplyDelete