"ini seharusnya bukan lagi saatnya kamu membandingkan mana yang baik mana yang tidak baik. Sekarang saatnya kamu harus memilih mana yang terbaik diantara yang baik-baik itu..."_ms
Pada suatu majelis, yang semoga rahmat dan ampunan Allah tercurah disana,..
"Ustadz, ada kawan saya yang mengatakan 'ah masak ketika dapat musibah harus bersyukur, kalo dapat nikmat harus bersabar, kebalik! udah jelas kok haditsnya kalo mukmin itu ketika kena musibah sabar, baru kalo dapat nikmat bersyukur'. Itu gimana, ustadz? dan apakah nikmat dan musibah itu bergantung pada persepsi kita ya?"
Benar, sabar atas musibah juga adalah kebaikan.
Tetapi selalu ada kebaikan di atas kebaikan. Itulah strata amal. Seorang yang mendapat jabatan, umumnya orang menganggap itu nikmat, tapi bagi mereka yang tinggi imannya menganggap itu adalah ujian berat, hingga butuh kesabaran yang kuat. Seorang gubernur di Basrah di masa Umar r.a tercatat sebagai kaum miskin yang bahkan wajib menerima zakat, suatu ketika berteriak ketakutan ketika khalifah mengirimkan setumpuk dinar, "telah datang kepadaku fitnah dunia!" kemudia ia sumbangkan seluruh dinar untuk rakyatnya. Begitulah sabar atas nikmat.
Sebenarnya, dalam nikmat itu berjuta ujian: apakah nikmat itu benar-benar digunakan untuk-Nya, apakah kita telah sadar bahwa rezeki itu dari-Nya, apakah kita justru berbangga dengan nikmat titipan-Nya? Dan pertanyaan intinya: apakah kita siap mempertanggungjawabkan nikmat yang telah Allah beri? Ini sesi mengerikan, karena selevel Abu Bakr r.a saja ketika terbayang Hari Pengadilan "Duhai, andaikan saja aku adalah rumput, yang kemudian dimakan oleh binatang ternak"
Cara terbaik ketika mendapat nikmat, semisal uang, adalah dengan menyerahkan semuanya untuk kebaikan, dalam rangka ibadah, bukan untuk berlalai-lalai, maksiat, atau membelanjakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Sebernarnya lebih berat sabar atas nikmat, daripada sabar atas musibah, jika kita mau jujur.
Sebaliknya, bersyukur atas nikmat memanglah kebaikan.
Tetapi selalu ada kebaikan di atas kebaikan.
Bukankah lebih tinggi nilainya ketika seorang yang tertimpa musibah justru ia bersyukur?
Seorang yang bersyukur atas musibah, ia tidak pernah merasa nikmat yang ada itu sebagai nikmat yang sedikit. Sesakit apapun, semelarat apapun, ia merasa cukup dan merasa lapang hatinya.
Ia yakin bahwa setiap musibah adalah jalan pintas menuju surga, sarana tergugurnya dosa-dosa, dan tanda sayang Allah di dunia, karena setiap keikhlasan dalam musibah adalah tabungan pahala akhirat.
Dan sejatinya, tidak ada musibah yang berupa azab bagi setiap mukmin. Semuanya adalah cara Allah untuk melindungi kita agar tak semakin asyik berdosa.
Berkata Al-Ghazali, tidak mungkin seorang bersabar jika ia tidak bersyukur, dan tidak mungkin seorang bersyukur kecuali ia bersabar.
Keduanya saling melengkapi, saling mengisi.
Jleb!
Jleb!
Jleb!
Selalu ada kebaikan di atas kebaikan..maka untuk yang #ini saya akan memilih untuk berusaha bersyukur :')
"..Selalu ada tingkatan dalam amal kebaikan, dan yang diminta dari kita hanyalah amal yang terbaik saja..ahsanu amala.." _ms
No comments:
Post a Comment