Hai, lelaki kecil...
Kamu sedang apa? Menatap masa depan? Oh, kamu sedang memandangi dia..
Kamu sedang apa? Menatap masa depan? Oh, kamu sedang memandangi dia..
Perkenalkan, sayang, namanya Tuan Hujan. Kau menyukainya? Bunda juga. Sangat.
Kamu tahu, nak? Tuan Hujan ini memiliki banyak pekerjaan, selain membasahi bumi dan membawa keberkahan, kata orang hujan juga menyanyikan lagu. Iya, lagu..dan katanya hanya orang yang tengah menanggung rindu yang bisa mendengar lagu itu. Hujan juga sering memutarkan memori-memori lama. Ah, membuat orang terjebak nostalgia katanya. Ada lagi, bagi mereka yang ingin melupakan seseorang, mereka sering mengandalkan kemampuan hujan. Katanya, "usai sudah semua berlalu, biar hujan menghapus jejakmu.."
Tuan Hujan serba bisa, ya :)
Ah, maafkan racauan bunda ya, sayang..
Tapi sesungguhnya ada hal lain yang membuat bunda mengagumi Tuan Hujan. Dulu pada Tuan Hujan bunda belajar tentang ketulusan. Karena Tuan Hujan tak peduli pada bumi bagian mana ia akan dijatuhkan. Pada tetaman yang indahkah, pada genteng berlubangkah, atau pada parit-parit gelap dan sempit. Bahkan ia tak peduli ketika ada insan-insan yang mungkin luput bersyukur memaki dan mengumpat kehadirannya. Pun ia tak pongah ketika banyak manusia menanti-nanti kehadirannya dan menghajatkan turunnya pada tiap sujud dan doa. Tuan Hujan tak peduli, ia hanya tahu bahwa ia harus merintik ketika Allah perintahkan dan berhenti ketika Allah menginginkannya demikian. Sesederhana itu.
Ya, hal sederhana yang banyak manusia termasuk bunda masih kesulitan.
Ada satu hal lagi yang akhir-akhir ini bunda pelajari dari Tuan Hujan, tentang melupakan dengan bijaksana. Semoga bunda tak salah dalam menangkapnya.
Kamu tahu, nak darimana datangnya hujan? Ia berasal dari segala jenis air yang ada di bumi. Iya, segala jenis..termasuk laut, sungai, bahkan air yang menggenang di tempat-tempat kotor. Dengan bantuan Tuan Matahari ia naik ke langit tinggi, menjadi awan, kemudian siap menjatuhkan dirinya ke bumi.
Tuan Hujan lagi-lagi tak peduli bagaimana masa lalunya. Apakah ia dulu jernih dan segar ataukah dulu ia kotor berbau. Ia memilih melupakannya. Yang ia ingat hanyalah bahwa ia harus berproses dan meninggi agar pada akhirnya menjadi air yang suci dan menyucikan.
Melupakan dengan bijak.
Ah, itulah nak yang sekarang-sekarang ini masih susah payah bunda usahakan. Memilah-milah bagian mana yang hendak bunda simpan dari masa lalu dan bagian mana yang sebaiknya dilupakan saja. Ya, karena terkadang ada bagian dari masa lalu yang pahit dan menyakitkan, yang membuat diri tak lagi bijak dalam bersikap dan memandang. Yang membuat diri "rendah" atau bersibuk menjadikan hal pahit itu sebagai kambing hitam atas kesalahan yang sekarang. Atau juga kenangan yang manis dari masa lalu yang membuat terlena. Sebutlah tentang kejayaan-kejayaan diri (dahulu) yang membuat kini menjadi sulit untuk bercermin dan berintrospeksi.
Ya, fragmen-fragmen itu terkadang membuat diri sulit berproses meninggi untuk menjadi suci. Sungguh :'(
Padahal bukankah pada akhirnya kita harus mengembalikan hati ini pada Pemiliknya dalam keadaan suci seperti sedia kala?
Dan bukankah yang disambut olehnya adalah jiwa-jiwa yang tenang? Bukan jiwa-jiwa yang masih mengingat dan memendam penyakit hati dari masa lalu.
Ah, maaf ya, nak bunda meracaunya tambah panjang.
Hmm, tapi kenapa ya hujan kali ini perasaan bunda sedikit tak enak, sepertinya..
Huaa..jemuran lupa diangkat (>_<) (T__T)
Thx ya
ReplyDelete