Friday, November 22, 2013

Sebenarnya Namun Seharusnya


fuhfuhfuh.. *ceritanya niup debu*
uhuk..uhuk..

Ah, rasanya sudah lama tidak berkunjung dan menulis disini. Akhir-akhir ini, jika berkunjung kesini hanya berani membuka goresan-goresan lama. Takut, iya.. terlalu takut jika membuat tulisan baru pada saat seperti ini hanya akan membuat tumpah ruah segenap hal yang belum tiba tanggal mainnya. *Halah*\



Padahal sungguh, begitu banyak kata-kata yang melompat-lompat tak sabar ingin kau baca. Tapi memang baiknya saat ini semuanya dipendam saja. Semoga saja kau sepakat bahwa kata yang tak diungkap tak akan kehilangan makna dan..hei, bukankah sesuatu yang terpendam biasanya jauh lebih berharga?
Dan seperti katamu, somehow the silence seemed to connect us in a way that words never could *makin "halah"*

Tapi kali ini, ada sesuatu yang berputar-putar dalam kepala dan sudah tidak bisa tidak dituliskan.

Ini tentang yang "Sebenarnya namun seharusnya"

-----

Ini tentang diri saya yang sebenarnya. Ya, yang bisa jadi memang terlalu seadanya. Saya yang sebenarnya introvert, tidak mau terlalu banyak orang yang tahu tentang saya dan tidak mau ada orang yang terlalu banyak tahu tentang saya. Dan sebaliknya, tidak mau terlalu tahu urusan banyak orang.

Saya yang sebenarnya masih suka dengerin musik, saya yang suka bercanda (yang kadang agak berlebihan), saya yang suka gampang ngambek, saya yang sebenarnya suka cilok (hei, what's wrong with cilok?? iya, soalnya menurut beberapa orang, kebiasaan ini agak merusak citra sebagai "tukang cake sehat" -__-), ah.. dan masih banyak "saya yang sebenarnya" yang lain yang saya masih suka menjalaninya dan merasa bahagia.

Lalu?

Lalu ini akan menjadi masalah ketika "saya yang sebenarnya" tidak sesuai dengan "saya yang seharusnya". Ya, saya yang seharusnya, saya yang sesuai kehendak Allah bagaimana. Terkadang, sesak juga rasanya ketika "saya yang sebenarnya" menyeruak kemudian membentur dan agak sedikit mengalahkan "saya yang seharusnya".

padahal, kalau mengeja hadits ini pelan-pelan :

“Tidaklah sempurna iman kalian sehingga hawa nafsunya tunduk mengikuti ajaranku.”
 (HR. Thabrani)

T_T

maka..
maka kecintaan pada musik, hal yang sia-sia, makanan yang tidak thoyib, dan segala sesuatu -apapun- yang tidak selaras dengan ajaran Islam bukanlah sesuatu yang ‘boleh’ dan ‘layak’ untuk dipupuk.

Seolah memiliki dua kepribadian. "Saya yang sebenarnya" vs "Saya yang seharusnya". Tentu saja saya harus memenangkan "saya yang seharusnya" bagaimanapun juga. Tapi..tapi..tapi.. ah, betapa sulitnya meninggalkan apa-apa yang terasa nyaman dan disuka yang terlanjur melekat rapat pada "saya yang sebenarnya". 

Surga memang tidak murah, ya :'(
Pantas saja kaum kafir Quraisy begitu susahnya meninggalkan ajaran nenek moyangnya padahal sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri segala bukti kebenaran Rasulullah..

Atau, pernah juga mencoba -memaksa- sedikit menyelaraskan keduanya.  Baca shirah sambil dengerin lagu "mirror"-nya Justin Timberlake, misalnya *haduh, ini lintang minta dijitak banget >.<* 

Ah, sungguh..dua sisi ini sulit sekali akur. Saat ini, kalau yang satu mendominasi, yang lain tak akan terdengar, atau bahkan pergi.

Mungkin tidak ya pada suatu saat mereka berdua, "saya yang sebenarnya" dan "saya yang seharusnya" berjalan beriring dengan harmonis?
Mungkin.. sangat mungkin jika saya mampu membuat mereka bersesuaian. Menyesuaikan segenap kesukaan dengan yang Allah suka. Merasa cukup dengan rasa bahagia yang dijanjikan Allah lewat hal-hal yang diridhoi-Nya.

Ya, pasti bisa. Ayo, Lintaaang.. belajar pelan-pelan..
>.<

“Ya Allah…aku memohon kepadamu surga dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Dan aku berlindung kepadamu dari siksaan neraka dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan.” (Musnad Imam Ahmad)

-----

aku tak bisa memberimu dunia
tapi aku bisa tumbuh dan belajar bersama denganmu
untuk meraih surga

No comments:

Post a Comment