Don't break anybody's heart, they have only one...
Break their bones, they have 206... (anonim)
Ditolak. (Kata orang) rasanya sakit. Bikin hati hancur dan patah, atau minimal sedikit menyesakkan. Ya begitulah, agak terasa berlebihan mungkin, tapi memang ditolak itu tidak enak. Setidaknya itu yang saya alami beberapa waktu yang lalu.
Beberapa waktu yang lalu saya pulang ke rumah saya di daerah Tangerang. Karena keluarga saya baru pidah ke sana dan saya agak jarang pulang (walaupun ga separah bang Toyib) saya agak belum terbiasa dengan suasana lingkungan sekitar rumah saya. Kemudian pada suatu pagi seorang pria datang ke rumah saya. Dia berdiri di depan pagar rumah sambil mengucapkan salam (?),
"misii,bu..misi..."
Dari pengamatan yang saya lakukan dari lubang jendela, sekilas terlihat bahwa dia adalah pria separuh baya dengan penampilan cukup sederhana. Kemudian segera saja saya melapor pada ibu saya,
"bu, ada tamu.."
"oh, itu pengemis, bukan tamu. Ambilin uang di dompet terus kasiin ke pengemis itu.."
"masa sih pengemis? tapi kayaknya bukan pengemis,deh.."
"itu pengemis, udah sering masuk perumahan ini. Udah sana cepetan ambilin uang.."
Kemudian saya ambil beberapa uang receh (haduh,kok pelit banget ya saya >.<) dan segera keluar untuk menemui bapak pengemis tersebut. Ternyata benar beliau seorang pengemis karena begitu melihat saya keluar beliau langsung mengulurkan belalainya eh mengulurkan tangannya. Sebenarnya beliau terlihat (terlampau) sehat, tegap, dan rapi untuk ukuran seorang pengemis. Ah,ya sudahlah, siapa tahu dia memang sangat membutuhkan.
Lalu segera saja saya serahkan uang tersebut, namun tiba-tiba..
"ahh,apaan receh doang ??? ogah-ogah,mending ga usah. Seribu,kek.. receh doang" hardik bapak pengemis itu. saya jadi agak tersentak dan bingung.
"ya,udah, saya pergi aja. Dasar, masa cuma ngasih receh doang, seribu kek minimal ", bapak pengemis itu berlalu sambil menggerutu.
Haduh, saya ditolak.
"ya,udah, saya pergi aja. Dasar, masa cuma ngasih receh doang, seribu kek minimal ", bapak pengemis itu berlalu sambil menggerutu.
Haduh, saya ditolak.
Pengemis itu menolak uang receh. Padahal setelah saya lihat kembali uang receh yang akan saya berikan ternyata adalah uang receh dengan nominal seribu rupiah pada tiap kepingnya dan jumlahnya pun cukup lumayan. Ingin rasanya memanggil bapak pengemis tersebut dan menyerahkan uang yang saya genggam. Yah..tapi bapak pengemis itu sudah menghilang.
fiuhh..
Ternyata beliau bukan pengemis pertama di hari itu, ada sekitar 3-4 pengemis yang datang semenjak pagi hingga sore. (tapi mereka ga nolak uang recehan) Dan itu berulang setiap hari padahal mereka masih terlihat sangat bugar. Belum genap seminggu di rumah saya sudah mulai hapal wajah-wajah mereka dan jadwal "kunjungan rutin" masing-masing. Ya, mengemis sudah menjadi profesi..
Jadi teringat kisah Umar bin Abdul Aziz yang hanya dalam dua tahun masa kepemimpinannya mampu membuat tak ada lagi rakyat di negerinya yang layak menerima zakat. Hmm, awalnya saya mengira bahwa rakyat yang dipimpin Umar bin Abdul Aziz pasti kaya raya semua hingga tak ada yang layak menerima zakat. Atau Umar bin Abdul Aziz sebelumnya sepertinya rajin sekali membagi-bagikan harta (mungkin semacam BLT di zaman sekarang) sehingga pada akhir kepemimpinannya semua rakyatnya berkecukupan.
Ah,tapi ternyata bukan seperti itu. Setelah membaca kisahnya, ternyata tak adanya rakyat yang layak menerima zakat bukan karena semua rakyatnya kaya raya namun karena semua rakyatnya memiliki harga diri (izzah) yang tinggi sehingga mereka enggan menerima zakat meskipun mereka hidup kekurangan. Semiskin apapun mereka, mereka akan selalu berusaha untuk bekerja dan tidak meminta-minta.
Jadi selama dua tahun kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, ia memang membuat rakyatnya kaya namun bukan kaya akan harta, yang ia kayakan adalah hati-hati mereka. Ia memang memberantas kemiskinan, ya memberantas kemiskinan yang paling utama, yaitu kemiskinan akan harga diri dan rasa malu. :')
fiuhh..
Ternyata beliau bukan pengemis pertama di hari itu, ada sekitar 3-4 pengemis yang datang semenjak pagi hingga sore. (tapi mereka ga nolak uang recehan) Dan itu berulang setiap hari padahal mereka masih terlihat sangat bugar. Belum genap seminggu di rumah saya sudah mulai hapal wajah-wajah mereka dan jadwal "kunjungan rutin" masing-masing. Ya, mengemis sudah menjadi profesi..
Jadi teringat kisah Umar bin Abdul Aziz yang hanya dalam dua tahun masa kepemimpinannya mampu membuat tak ada lagi rakyat di negerinya yang layak menerima zakat. Hmm, awalnya saya mengira bahwa rakyat yang dipimpin Umar bin Abdul Aziz pasti kaya raya semua hingga tak ada yang layak menerima zakat. Atau Umar bin Abdul Aziz sebelumnya sepertinya rajin sekali membagi-bagikan harta (mungkin semacam BLT di zaman sekarang) sehingga pada akhir kepemimpinannya semua rakyatnya berkecukupan.
Ah,tapi ternyata bukan seperti itu. Setelah membaca kisahnya, ternyata tak adanya rakyat yang layak menerima zakat bukan karena semua rakyatnya kaya raya namun karena semua rakyatnya memiliki harga diri (izzah) yang tinggi sehingga mereka enggan menerima zakat meskipun mereka hidup kekurangan. Semiskin apapun mereka, mereka akan selalu berusaha untuk bekerja dan tidak meminta-minta.
Jadi selama dua tahun kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, ia memang membuat rakyatnya kaya namun bukan kaya akan harta, yang ia kayakan adalah hati-hati mereka. Ia memang memberantas kemiskinan, ya memberantas kemiskinan yang paling utama, yaitu kemiskinan akan harga diri dan rasa malu. :')
Ya, negeri ini memang rakyatnya banyak yang miskin
bukan harta,bukan itu yang utama
namun jiwa
miskin jiwa hingga ia terbiasa hanya menerima dan meminta-minta
negeri ini memang penuh dengan jiwa peminta-minta
yang tak pernah puas pada harta
pada dunia yang hina
bukan saja mereka yang menengadahkan tangan di jalan-jalan
namun juga mereka kaum intelek berdasi di gedung-gedung tinggi
kemiskinan jiwa..
penyakit yang menjangkit karena cinta dunia
hingga selalu merasa kurang terhadapnya
dan akhirnya tak tabu lagi untuk selalu hanya menerima dan meminta-minta
ah,kemiskinan jiwa..
jangan-jangan ia juga mulai hinggap dan menginfeksi hati-hati kita
naudzubillahi mindzalik >.<
"Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya". (Muttafaqun ‘alaihi)
"Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api" (HR Ahmad)
"Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu"(HR At Tirmidzi)
"Wahai Hakiim! Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Barang siapa mengambilnya dengan berlapang hati, maka akan diberikan berkah padanya. Barang siapa mengambilnya dengan kerakusan (mengharap-harap harta), maka Allah tidak memberikan berkah kepadanya, dan perumpamaannya (orang yang meminta dengan mengharap-harap) bagaikan orang yang makan, tetapi ia tidak kenyang (karena tidak ada berkah padanya). Tangan yang di atas (yang memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang meminta)". (HR Bukhari-Muslim)
No comments:
Post a Comment