Kau tahu bunga dandelion ? Ya,dan ini adalah yang kesekian yang harus aku tiup dan terbangkan. Indah bukan? Ah,tidak seandainya kau tahu betapa tak inginnya aku menerbangkannya. Hanya saja dulu hingga hari ini aku tak mampu untuk sekedar melawan angin dan menahan kelopak-kelopaknya. Jadi sekali lagi aku harus memilih untuk meniupnya sendiri sambil berbisik tentang harap agar di tempat lain ia bisa tumbuh lebih tegap.
Kembali lagi tentang kita- haha,sejak kapan aku berani menyebut aku dan dirimu dengan kata kita- aku menyaksikanmu sebagai selengkung garis warna pelangi yang mewarnai hari-hari belakangan ini,aku tahu betul itu. Tapi lambat laun aku menyadari bahwa pelangi hanya datang sesekali. Hanya boleh sesekali. Maka selayaknya dandelion juga,aku harus rela,sekali lagi, menjalani hari-hari tak berpelangi.
Aku tak berkeberatan menemanimu berjalan, hanya saja aku tak ingin berjanji tentang sesuatu yang mungkin tak akan pernah bisa ku tepati. Andai saja Tuhan memberimu kesempatan melihat dari sisiku,pasti tak akan sulit memahami ini.
Baiklah, saatnya semua kembali seperti semula. Bahagia saja kau di sana, dan pastinya aku juga akan baik-baik saja di sini.
Kau pernah bercerita padaku tentang mimpimu untuk sampai di puncak,bukan ? Dan untuk mencapai puncak terkadang harus ada benda-benda yang kau tinggalkan untuk meringankan. Dan mungkin saja benda-benda itu bernama kenangan.
bukankah nama dan impian kita masih dapat berpilin dalam doa?
ayo,senyum... ^_^
entah kenap asedih baca ini... :')
ReplyDelete