Catatan si Ika *
Siapa yang masih takut untuk berkeluarga?
saya?
anda?
atau dia?
kenapa harus takut??
(hoho tenang2.. ini bukan merupakan salah satu kajian dari Sakolah Pra***** kok)
ya...
memangnya kenapa harus takut, kita kan memang sekarang telah berstatus
berkeluarga dengan seorang ayah,seorang
ibu,kakak-adik,nenek-kakek,pakdhe-budhe,dll.
tapi apa kita sudah berkeluarga dengan benar?
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Qs. at-Tahriim: 6)
sudahkah kita berkeluarga dengan benar dengan menjalankan ayat di atas?
Lihatlah ibu kita yang telah bersusah payah mengandung,melahirkan dan membesarkan kita
tataplah ayah kita yang tanpa enggan membanting tulang hanya untuk memenuhi segala yang kita inginkan
atau pandanglah adik atau kakak kita yang selalu membersamai kita entah di saat berurai air mata atau tengah terlena dalam tawa
lalu apakah kita rela sedikit saja kulit mereka tersentuh api neraka???
Syeikh
Said Hawwa mengatakan bahwa, ketika kita ingin membangun sebuah
peradaban yang islami,maka harus dimulai dari membentuk pribadi yang
islami dan keluarga yang islami. Kita terkadang terlalu sibuk untuk
mengajak orang lain pada kebaikan dan mengikuti berbagai kegiatan
keagamaan di luar rumah hingga terkadang melupakan bahwa keluarga kita
memiliki hak yang lebih besar untuk diajak kepada kebaikan dan
dihindarkan dari kemungkaran.
Mengajak keluarga pada kebaikan atau berda'wah dalam keluarga bisa
dimulai dari hal-hal yang kecil,misalnya membiasakan shalat
berjama'ah,mengajari adik kita mengaji,atau hanya sekedar mencolek
(emangnya sabun?) ayah kita untuk pergi ke masjid bersama.
Memang
terkadang semuanya tak berjalan semulus itu. Tak bisa dipungkiri
terkadang hal-hal tersebut sulit dilakukan atau bahkan terkadang
mengalami penolakan. Hingga tak jarang terdengar nada miring
"anak bau kencur tau apa sih? sok-sokan nasehatin orang tua"
"apaan sih sok alim?"
"wah jangan-jangan kamu ikut aliran sesat??"
bila
hal itu terjadi kita tidak boleh berputus asa,bukankah ayah Nabi
Ibrahim pun adalah seorang penyembah berhala dan Nabi Ibrahim tetap
menda'wahinya?
Lagi pula kan katanya kita sayang pada keluarga kita..masih tetep ga mau kan mereka nantinya tersentuh api neraka??
Ya..tapi hidayah itu merupakan hak prerogatif Allah.
Sekeras
apapun usaha kita Allah-lah yang menentukan pada siapa hidayah itu
layak diberikan.Bahkan seorang Nabi Nuh pun tak berdaya menyelamatkan
istri dan buahhatinya dari jurang kekafiran,jadi yang terpenting adalah
kita tetap berusaha untuk berda'wah di keluarga kita.
Keluarga haruslah tetap menjadi prioritas pertama yang kita da'wahi.
Lagipula
bukankah da'wah ini adalah untuk kepentingan diri kita pribadi,karena
tak mungkin jika kita mengharapkan pahala yang banyak jika hanya
mengandalakan amalan pribadi kita.
"jika Allah memberi hidaya
kepada seseorang lewat perantaraanmu,itu lebih baih bagimu dari pada
setiap yang disinari matahari." (HR ath-Thabrani)
jadi siapkanlah pena untuk menuliskan rencana da'wah kita pada keluarga namun serahkanlah penghapusnya pada Allah.
Semoga dikemudian hari kita tidak termasuk orang yang menyesal karena melalaikan da'wah terhadap keluarga kita sendiri.
Jadi sudah siap untuk berkeluarga dengan benar??
wallahu'alam bishowwab
*catatan si Ika (ifthar kamis)
Tuesday, November 2, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment