"wacana doang, nih.. ga konkret.."
Sering sekali mendengar atau justru ikut melontarkan kata sejenis itu.
Di satu sisi, jika melontarkannya, diri mungkin bisa jadi sedang merasa lebih tinggi sehingga merasa layak merendahkan seseorang atau sesuatu hanya karena seseorang atau suatu rencana tidak menampakkan hasil.
Di sisi lain, jika mendengarnya ditujukan pada kita, berapa kecemasan menyesaki karena takut dianggap "hanya wacana", atau betapa putus asa sedemikian menghantui karena atas segala usaha (yang tidak atau belum nampak hasilnya) orang-orang telah mengecap diri sebagai "ahlul wacana".
ah, manusia..
kemudian kemarin ketika berbuka, ketika sedang makan malam dengan dua orang saudari, yang semoga Allah senantiasa menyayangi mereka, terselip kekata,
"gapapa kalau hasilnya cuma wacana, yang penting usahanya ga wacana.."
ah, iya.. benar. Bukankah manusia ada di wilayah ikhtiar dan kerja? Sedangkan wilayah hasil, hanya Allah saja yang punya.
"yang penting usahanya ga wacana.."
atas segenap mimpi dan niat-niat dalam hati, urusan kita hanyalah mengusahakannya. Ah, dan bukankah doa adalah sebentuk usaha juga?
Lalu apa urusan kita, yang dengan kejamnya, menghakimi seseorang hanya berwacana tanpa melihat usahanya? Bukankah terompah Bilal pun sudah mendahuluinya ke surga sebelum segenap usahanya selesai di dunia?
"yang penting usahanya ga wacana.."
Sejatinya, bahagia itu bukan karena mimpi-mimpi tercapai atau target-target terpenuhi. Tapi bahagia itu adalah ketika semuanya telah kau usahakan semampunya. Bukankah nikmat berbuka tidak terutama terletak pada menu yang sudah lama kau inginkan lalu kini tersedia di atas meja? Itu bonus saja. Nikmat utama adalah karena seharian kau telah berusaha menjaga dan berpuasa yang sebenar-benarnya.
Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.”
[HR. al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.
(QS Al Isra :19)
alhamdulillah..
dan..
percayalah, ia pun bisa jadi bukan sekedar berwacana
ia tengah berusaha semampunya, sekuat tenaga..
hanya saja kau tak tahu :')
No comments:
Post a Comment